Fenomena itu pun belum lama ini mendapat sorotan banyak kalangan, termasuk ahli kejiwaan. Dadang Hawari, misalnya. Dalam pandangan psikiater dari Universitas Indonesia itu, sejumlah kejadian tersebut adalah cerminan ketidaksiapan mental para caleg untuk bertarung di pemilu.
Paling mengenaskan adalah yang dialami Sri Hayati. Di sebuah gubuk tua di Desa Bojongkondang, Ciamis, Jawa Barat, Selasa silam, caleg DPRD Kota Banjar dari Partai Kebangkitan Bangsa itu mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Diduga, sang caleg yang sedang mengandung empat bulan itu stres karena tidak memperoleh suara signifikan dalam pemilu. Sri dan sang janin pun tewas di tali gantungan. Sri tak dapat menerima kegagalannya sehingga memilih jalan pintas.
Lain lagi kisah caleg salah satu partai politik di Cirebon, Jawa Barat. Sang caleg sudah menghabiskan uang ratusan juta rupiah, namun gagal. Ia pun mendatangi forum spiritual untuk menghilangkan depresi yang dialaminya.
Langkah ini menurut psikiater adalah cara yang tepat. Sebab, calon wakil rakyat itu dapat mengalami stres dan depresi akibat gangguan kejiwaan yang berkelanjutan dalam tahapan panjang pemilu.
Konsultasi memegang peranan penting dalam menghadapi kegagalan. Jiwa besar untuk siap kalah dan siap menang seharusnya menjadi acuan bagi sang caleg untuk berlaga dalam pesta demokrasi lima tahunan. Waktu masih panjang, kesempatan pun masih terbuka lebar di masa mendatang.