Agama Demokrasi > Pasal Penjelasan Inti Pokok

PASAL

PENJELASAN TENTANG INTI POKOK DAN TUJUAN UTAMA PENCIPTAAN, PENURUNAN KITAB-KITAB, DAKWAH PARA RASUL, MILLAH IBRAHIM, DAN AL 'URWATIL WUTSQA YANG MERUPAKAN JALAN SELAMAT

Ketahuilah wahai saudaraku semoga Allah ta'alaa merahmatimu sesungguhnya kepala segala urusan, intinya, dan tiangnya, serta sesuatu yang paling pertama kali Allah fardlukan atas anak Adam untuk mempelajarinya dan mengamalkannya sebelum shalat, zakat, serta ibadah-ibadah lainnya adalah kafir kepada thaghut dan menjauhinya, serta memurnikan tauhid hanya kepada Allah subhaanahu wa ta'aala saja. Karena untuk tujuan itu maka Allah menciptakan makhluk-Nya, mengutus rasul-rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, serta Allah mensyari'atkan jihad dan mati syahid (istisyhad)�� dan karenanya terjadilah pertikaian antara auliyaaurrahman dengan auliyaausysyaithan, serta untuk mencapai hal itu berdirilah daulah Islamiyyah dan khilafah rasyidah� Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:

Dan Aku tidak menciptakan jin lagi manusia melainkan supaya mereka menyembahku. (Adzdzriyaat : 56)

Yaitu untuk supaya kalia beribadah kepada-Ku saja. Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:

�Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): �Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu,�(An Nahl : 36)

Dan hal ini adalah ikatan paling agung dari ikatan-ikatan Islam. Dakwah, jihad, shalat, shaum, zakat, dan haji tidak mungkin diterima tanpa hal di atas itu. Orang tidak mungkin selamat dari api neraka tanpa berpegang erat terhadapnya, karena hal itu (kufur kepada thaghut dan iman kepada Allah) adalah satu-satunya ikatan yang telah dijamin oleh Allah bahwa itu tidak mungkin lepas�� adapun selain itu berupa ikatan-ikatan agama dan syari'at-syari'atnya, maka itu tidak cukup dengan sendirinya untuk bisa menyelamatkan tanpa adanya al 'urwatul wutsqa�� Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:

�Telah jelas rusydu dari ghayy, karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus�(Al Baqarah : 256)

Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:

Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira, sebab itu sampaikan berita itu kepada hamba-hamba-Ku.(Az Zumar: 17)

Perhatikanlah dalam ayat-ayat itu, bagaimana Allah mendahulukan penyebutan kufur kepada thaghut dan menjauhinya atas iman kepada Allah dan inabah kepada-Nya subhaanahu wa ta'aala�� ini sama persis dengan pengedepanan nafyu atas itsbat dalam kalimah tauhid Laa ilaaha Illallaah�� ini dilakukan tidak lain kecuali untuk mengingatkan terhadap rukun yang sangat agung dari al 'urwatul wutsqa, sehingga tidak sah keimanan kepada Allah dan tidak bermanfaat kecuali bila didahului dengan kufur kepada thaghut.

Thaghut yang wajib engkau kafir kepadanya dan menjauhi dari mengibadatinya supaya engkau bisa berpegang kepada tali penyelamat yang sangat kokoh bukanlah hanya terbatas kepada batu, patung, pohon, kuburan yang disembah dengan sujud, rukuk, permohonan, nadzar, atau thawaf saja��akan tetapi lebih luas cakupannya dari itu semua� sehingga mencakup:(Segala sesuatu yang disembah selain Allah subhaanahu wa ta'aala dengan bentuk ibadah apa saja sedang dia tidak mengingkarinya).[1]

Thaghut itu diambil dari kosa kata thughyaan yang maknanya adalah melampaui batas makhluk yang telah Allah batasi tujuan penciptaannya. Sedangkan ibadah itu adalah bermacam-macam, sebagaimana sujud, rukuk, doa, nadzar, dan penyembelihan adalah ibadah, maka begitu juga taat dalam tasyri' (pembuatan hukum/aturan/undang-undang) adalah ibadah juga�� Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman tentang orang-orang nasrani:

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah.[2](At-Taubah : 31)

Sedangkan orang-orang nasrani itu tidak pernah sujud atau rukuk terhadap para ulama mereka�� akan tetapi mereka mentaati para ulama itu dalam penghalalan yang haram dan dalam pengharaman yang halal, serta sepakat dengan mereka atas hal itu, maka Allah menjadikan perlakuan mereka itu sebagai bentuk menjadikan para ulama dan pendeta sebagai arbaab (tuhan)�� karena taat dalam tasyri' itu adalah ibadah yang tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah�� sehingga bila seseorang memalingkannya kepada selain Allah subhaanahu wa ta'aala meskipun dalam satu hukum saja maka dia itu menjadi orang musyrik�

Dan hal ini dibuktikan secara gamblang dengan munaadharah (perdebatan) yang pernah terjadi pada zaman Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam antara auliyaaurrahman dengan auliyaausysyaithan tentang masalah bangkai dan pengharamannya, dimana orang-orang musyrik berusaha meyakinkan kaum muslimin bahwa tidak ada perbedaan antara kambing yang disembelih oleh kaum muslimin dengan kambing yang mati sendiri dengan dalih dan syubhat bahwa bangkai itu tidak lain adalah sembelihan Allah subhaanahu wa ta'aala, maka Allah menurunkan keputusan-Nya tentang kejadian ini dari atas langit yang ketujuh, Dia berfirman:

Dan bila kalian mentaati mereka maka sungguh kalian adalah orang-orang musyrik.[3](Al-An�am : 121)

Termasuk kategori thaghut adalah setiap orang yang memposisikan dirinya sebagai musyarri' (pembuat hukum dan perundang-undangan) bersama Allah, baik dia itu sebagai pemimpin atau rakyat, baik dia itu sebagai wakil rakyat dalam lembaga legislatif atau orang yang diwakilinya dari kalangan orang-orang yang memilihnya (ikut pemilu)�� karena dia dengan perbuatan itu telah melampaui batas yang telah Allah subhaanahu wa ta'aala ciptakan baginya, sebab dia itu diciptakan sebagai hamba Allah, dan Tuhannya memerintahkan dia untuk tunduk berserah diri kepada syari'at-Nya, namun dia enggan, menyombongkan diri, dan melampaui batas-batas Allah subhaanahu wa ta'aala, dia justru ingin menjadikan dirinya sebagai tandingan bagi Allah dan menyekutui-Nya dalam wewenang tasyri' (penetapan hukum dan perundang-undangan) yang padahal hal itu tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah subhaanahu wa ta'aala ��� dan barangsiapa melakukan hal itu maka dia telah menjadikan dirinya sebagai ilaah musyarri' (tuhan yang membuat hukum), sedangkan orang seperti tidak diragukan lagi merupakan bagian dari ru'uusuththawaghiit (pentolan-pentolan thaghut) yang di mana tauhid dan Islam seseorang tidak sah sehingga dia kafir kepada thaghut itu, menjauhinya, serta bara'ah (berlepas diri) dari para penyembahnya dan dari para bala tentaranya�.

Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:

Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. ." (Qs: An-Nisaa': 60)

Mujahid berkata: Thaghut adalah setan berbentuk manusia yang di mana manusia merujuk hukum kepadanya, sedangkan dia adalah yang memegang kendali mereka.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: Oleh sebab itu orang yang memutuskan hukum dengan selain Kitabullah yang dimana dia itu menjadi rujukan hukum dia itu dinamakan thaghut.[4]

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: Thaghut adalah segala sesuatu yang dilampaui batasnya oleh si hamba, baik dia itu yang disembah, atau yang diikuti, atau yang ditaati, sehingga thaghut setiap kaum adalah orang yang mereka jadikan sebagai rujukan hukum selain Allah dan Rasul-Nya, atau yang mereka sembah selain Allah, atau yang mereka ikuti tanpa ada landasan dalil dari Allah, atau orang yang mereka taati dalam hal yang tidak mereka ketahui bahwa itu adalah bentuk ketaatan kepada Allah.

Beliau berkata lagi: Siapa yang merujuk hukum atau mengadukan perkara hukum kepada selain apa yang telah dibawa oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam maka berarti dia itu telah merujuk hukum dan mengadukan perkara hukum kepada thaghut.[5]

Dan di antara macam thaghut yang disembah selain Allah subhaanahu wa ta'aala pada zaman sekarang, dan yang menjadi kewajiban atas setiap muwahhid untuk kafir kepadanya dan berlepas diri darinya serta dari para pengikutnya supaya dia bisa berpegang kepada al 'urwatul wutsqa dan selamat dari api neraka adalah tuhan-tuhan yang palsu dan arbaab yang dipertuhankan yang telah dijadikan oleh banyak manusia sebagai syurakaa musyarri'iin (sekutu-sekutu yang membuat hukum dan perundang-undangan) selain Allah subhaanahu wa ta'aala �.

"Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tidak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. " (Qs: Asy-Syuura: 21)

Ini karena mereka mengikuti mereka dalam rangka menjadikan tasyri' (membuat hukum dan undang-undang) sebagai wewenang dan hak/tugas mereka dan parlemen mereka, dan lembaga-lembaga hukum mereka, baik yang bersifat internasional, regional, ataupun yang nasional (lokal)�dan mereka tegas-tegasan menuangkan hak wewenang itu dalam undang-undang dan peraturan mereka, dan hal itu adalah sesuatu yang sudah dikenal lagi masyhur di kalangan mereka[6] sehingga dengan sebab itu mereka menjadi arbaab (tuhan) bagi orang-orang yang mentaatinya, mengikutinya, dan yang sepakat bersama mereka atas kekafiran dan kemusyrikan yang terang ini, sebagaimana yang telah Allah voniskan terhadap orang-orang nasrani tatkala mereka mengikuti para ulama dan para pendeta mereka dalam hal seperti itu�bahkan keadaan mereka (para anggota parlemen dan yang sejalan dengannya) lebih jahat dan lebih busuk, karena sesungguhnya para ulama nasrani melakukannya dan bersekongkol di atas hal itu tanpa menjadikannya sebagai qanuun (undang-undang dasar), tanpa menyusunnya sedemikian rupa, dan tanpa membukukannya menjadi kitab undang-undang hukum yang bila ada yang menyalahinya atau mencelanya dikenakan hukuman, serta menjadikannya sebagai tandingan Kitab Allah, bahkan menjadikannya lebih tinggi dari Kitabullah, sebagaimana halnya keadaan mereka (para anggota parlemen/ majelis/dewan perwakilan rakyat dan para penghusungnya).

Bila engkau telah paham ini, maka ketahuilah sesungguhnya derajat teragung dalam berpegang teguh akan al 'urwatul wutsqa serta tingkatan tertinggi dalam kafir terhadap thaghut adalah jihad (yang merupakan puncak Islam) memerangi sistem ini dan memerangi para penghusungnya dan para pengikutnya, berupaya untuk menghancurkannya, serta berusaha mengeluarkan manusia dari penghambaan terhadapnya kepada penghambaan terhadap Allah subhaanahu wa ta'aala saja. Dan di antara bentuk jihad ini adalah menyebarkan dengan gencar kebenaran ini secara terang-terangan dan meneriakannya sebagaimana yang telah dilakoni dan dijalani oleh para nabi, jalan yang telah Allah subhaanahu wa ta'aala jelaskan kepada kita dengan penjelasan yang sangat gamblang tatkala Allah memerintahkan kita untuk mengikuti millah Ibrahim dan dakwahnya, Dia berfirman:

�Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia[7]; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: �Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,�(Al Mumtahanah: 4)

Firman-Nya: Badaa artinya adalah nampak dan jelas�

Perhatikan ungkapan permusuhan yang didahulukan terhadap kebencian, karena sesungguhnya permusuhan adalah yang paling penting, sebab terkadang ada orang yang membenci para auliyaa (penghusung) thaghut, namun dia tidak memusuhi mereka, maka dengan demikian orang itu tidak merealisasikan kewajiban dia sehingga dia melakukan permusuhan dan kebencian terhadap mereka.

Dan coba perhatikan, bagaimana Allah menyebutkan terlebih dahulu bara'ah (berlepas diri) mereka dari kaum musyrikin itu sebelum penyebutan bara'ah mereka dari apa yang mereka sembah, ini dikarenakan yang pertama lebih utama daripada yang kedua, dan ini disebabkan karena sesungguhnya banyak sekali manusia yang bara'ah (berlepas diri) dari berhala, thaghut-thaghut, dasaatiir (peraturan-peraturan), qawaaniin (undang-undang), dan agama-agama yang batil, namun mereka tidak berlepas diri dari para penyembahnya, para penghusungnya, serta bala tentaranya, maka berarti dia itu tidak merealisasikan kewajiban[8]. Akan tetapi bila dia berlepas diri dari para penyembahnya yang musyrik itu maka secara otomatis mengharuskan dia untuk bara'ah dari hal-hal yang disembahnya, dan dari ajarannya yang batil.[9]

Adapun tingkatan kewajiban yang paling rendah yang harus direalisasikan oleh setiap mukallaf, dan dia tidak mungkin selamat (dari siksa kekal api neraka) kecuali dengannya, hal itu adalah menjauhi thaghut dan tidak menyembahnya, atau (tidak) mengikutinya di atas kemusyrikan dan kebatilannya. Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:

�Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): �Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu,�(An Nahl : 36)

Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:

Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu" Al Hajj: 30.

Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:

Dan jauhkanlah aku berserta anak-cucuku dari menyembah berhala-berhala" Ibrahim : 35.

Dan hal ini bila tidak direalisasikan oleh seseorang di dunia ini yaitu dia menjauhi thaghut, dan menjauhi ibadah kepadanya atau mengikutinya sekarang di dunia, maka di akhirat dia pasti berada dalam jajaran golongan yang merugi�saat itu amalan-amalan agama yang dia amalkan tidak bermanfaat dan tidak berguna sedikitpun bila dia di dunia menyepelekan pokok yang paling mendasar tersebut. Dia akan menyesal saat penyesalan sudah tidak berguna lagi, dia akan berangan-angan untuk bisa dikembalikan ke dunia ini supaya bisa merealisasikan rukun yang maha agung ini dan agar bisa memegang teguh al 'urwatul wutsqa, serta mengikuti millah yang maha agung ini. Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya dan mereka melihat siksa dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti" Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami". Demikian Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka. Al Baqarah: 166-167.

Akan tetapi mana mungkin itu bisa terjadi, kesempatan telah tiada, dan tidak mungkin bisa kembali ke dunia. Bila engkau hai hamba Allah ingin selamat dan mengharap rahmat Tuhan-mu yang telah Dia tetapkan bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, maka jauhilah thaghut-thaghut itu semuanya, dan hindari kemusyrikan mereka itu sekarang juga, karena sesungguhnya tidak ada yang bisa menjauhi mereka di hari kiamat dan tidak bisa selamat dari tempat kembali mereka di akhirat kecuali orang yang meninggalkan dan menjauhi mereka di dunia ini. Adapun orang yang ridla dengan dien mereka yang bathil dan mengikutinya di atas kebatilannya maka sesungguhnya di hari kiamat ada penyeru yang menyerukan: (Siapa yang menyembah sesuatu maka hendaklah dia mengikutinya," maka yang dahulunya menyembah matahari diapun mengikuti matahari, orang yang dahulunya menyembah bulan diapun mengikuti bulan, dan orang yang dahulunya menyembah thaghut maka diapun mengikuti thaghut�.) hingga perkataannya dalam hadits tentang orang-orang mukmin saat dikatakan kepada mereka: (Apa yang membuat kalian tertahan sedangkan orang-orang sudah pergi? Maka mereka mengatakan: Faaraqnaahum wa nahnu ahwaju minnaa ilaihi al yaum, dan sesungguhnya kami mendengar penyeru yang menyerukan: Hendaklah setiap kaum bergabung dengan apa yang pernah mereka sembah, sedangkan kami hanyalah menunggu Rab kami."[10]

Perhatikan ungkapan kaum mukminin: (Faraqnaahum wa nahnu ahwaju minnaa ilaihi) yaitu kami telah meninggalkan mereka di dunia� sedangkan kami sangat membutuhkan kepada dirham, dan dinar serta kedudukan mereka di dunia�maka bagaimana kami tidak meninggalkan mereka itu di hari yang sangat agung ini. Di dalam hadits ini ada penjelasan sebagian rambu-rambu perjalan�. Dan di antaranya adalah firman Allah subhaanahu wa ta'aala:

(Kepada malaikat diperintahkan):"Kumpulkanlah orang-orang yang dhalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah.Ash Shaffat: 22

Ajwaajahum adalah sejawat mereka, teman-teman mereka, kelompok mereka, dan para pendukung mereka di atas kebatilannya, kemudian Allah subhaanahu wa ta'aala mengatakan:

Maka sesungguhnya mereka pada hari itu bersama-sama dalam adzab. Sesungguhnya demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berbuat jahat. Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka" Laa ilaaha Illallaah" mereka menyombongkan diri."Ash Shaffat: 33-35.

Janganlah kamu wahai hamba Allah sekali-kali berpaling dari kalimah tauhid, dan menyepelekan dalam menetapkan apa yang ditetapkan oleh kalimat itu serta (menyepelekan) dalam menafikan apa yang dinafikan oleh kalimat itu. Janganlah kamu sekali-kali menyombongkan diri dari mengikuti kebenaran, serta janganlah kamu bersikeras untuk tetap membela thaghut, maka berarti kamu pasti bakal binasa bersama orang-orang yang binasa dan kamu menyertai ke dalam tempat kembali mereka.

Kemudian ketahuilah sesungguhnya Allah telah menjamin tauhid yang murni ini serta pokok yang paling inti ini, yaitu dinul Islam. Allah telah memilihkannya bagi hamba-hamba-Nya yang bertauhid, siapa orang yang datang membawa tauhid maka diterimalah semua amalannya, dan barangsiapa membawa ajaran selainnya maka Allah menolaknya dan dia tergolong orang yang rugi�Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:

Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata)"Hai anak-anakku sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kami mati kecuali dalam memeluk agama Islam."Al Baqarah: 132.

Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman:

Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah Islam." Ali Imran: 19.

Dan firman-Nya subhaanahu wa ta'aala:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi. Ali Imran 85.

Janganlah kamu membatasi kata agama itu hanya pada kristen, yahudi dan yang lainnya� sehingga kamu justeru mengikuti agama-agama lain yang sesat, maka kamupun tersesat. (Ketahuilah) sesungguhnya kata agama (dien) itu mencakup segala paham (millah), jalan hidup (manhaj), atau aturan hukum, atau undang-undang yang dijadikan rujukan oleh umat manusia dan mereka merujuk kepadanya. Sesungguhnya semua itu adalah agama-agama yang kamu wajib bara'ah darinya, menjauhinya, serta kafir terhadapnya, dan menjauhi orang-orangnya�.kecuali millah tauhid dan dinul Islam. Allah subhaanahu wa ta'aala berfirman seraya memerintahkan kita untuk mengatakan kepada seluruh orang-orang kafir dengan berbagai macam ajaran dan agamanya:

Katakan:"Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan Yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku. Al Kafirun.

Setiap agama/ajaran dari agama-agama kekufuran telah menghimpun aturan dan jalan hidup yang bersebrangan lagi bertentangan dengan dienul Islam. Aturan itu adalah agama yang mereka ridlai, sehingga mencakup di dalamnya: Komunis, Sosialis, Sekuler, Bath dan aliran dan paham baru lainnya yang diada-adakan oleh manusia dengan pemikirannya yang rendah serta mereka rela untuk dijadikannya sebagai jalan hidup mereka. Dan di antara paham itu adalah apa yang dinamakan Demokrasi. Sesungguhnya demokrasi adalah satu agama di luar agama Allah subhaanahu wa ta'aala. Berikutnya silahkan engkau baca penjelasan singkat tentang kesesatan agama baru ini yang telah membuat banyak manusia tertipu dengannya, bahkan banyak dari kalangan yang mengaku Islam, supaya engkau mengetahui bahwa agama baru ini adalah bukan millah tauhid dan justru merupakan salah satu jalan dari jalan-jalan yang menyimpang yang di mana di setiap persimpangan jalan itu ada setan yang mengajak untuk masuk ke neraka, maka seharusnya engkau menjauhinya dan mengajak orang lain untuk menjauhinya. Hal itu merupakan:

Peringatan bagi kaum mukminin.

Pengingat bagi orang-orang yang lalai

Sebagai penegakan hujjah atas orang-orang yang mu'aanid (membangkang).

Serta sebagai alasanmu di hadapan Rabbul 'Alamiin.


[1] Dengan taqyid ini keluar dari status thaghut para malaikat, para nabi dan orang-orang shalih yang disembah sedangkan mereka itu tidak ridla, mereka itu tidak dinamakan thaghut dan tidak boleh berlepas diri dari mereka, namun harus berlepas diri dari peribadatan kepadanya dan dari orang-orang yang menyembahnya, seperti Isa Ibnu Maryam 'alaihissalam.

[2] Surat At taubah : 31.

[3] Surat Al An'am: 121, dan lihat sebab turun ayat ini, ini telah diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya dari Ibnu Abbas dengan sanad yang shahih.

[4] Majmu Al fatawaa 28/201.

[5] A'laamul Muwaqqi'iin 'An Rabbil'aalamiin 1/50.

[6] Dalam undang-undang Kuwait pasal 51 dikatakan: Wewenang/kekuasaan legislatif (tasyrii') berada di tangan emir dan majlis rakyat sesuai dengan patokan undang-undang".

Dan dalam undang-undang Yordania no: 25: Wewenang/kekuasaan legislatif dikembalikan kepada raja dan majlis rakyat".

Dan hal serupa dalam undang-undang Mesir pasal: 86: Majlis rakyat memegang kendali tasyri'".

(Dan begitu juga dalam UUD 45 di Indonesia bab I pasal I ayat 2 amandemen ketiga UUD 1945 (10-10- 2001): Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undag Dasar." bab II pasal 3 ayat 1: Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. Pent)

[7] Sebagian ahli tafsir berkata (Orang-orang yang bersama dia): adalah para pengikutnya atau para nabi yang berada di atas jalannya.

[8] Sehingga jelaslah batilnya pernyataan yang mengatakan bahwa kita hanya mengkafirkan perbuatannya, namun tidak mengkafirkan pelakunya, atau pernyataan sesat bahwa kita hanya mengkafirkan nau' tidak mu'ayyannya, atau pernyataan bahwa takfir mu'ayyan itu secara muthlaq adalah hak para ulama saja termasuk masalah yang dhahirah ini, atau pernyataan bahwa takfir thaghut-thaghut itu tidak ada faidahnya, atau ungkapan lain yang secara sadar atau tidak sadar dari yang mengatakannya bahwa ungkapan-ungkapan itu telah menguntungkan para thaghut dan barisannya. Subhaanallah bagaimana mereka itu bisa merealisasikan kufur kepada thaghut secara sempurna bila thaghut-thaghut itu masih dia anggap sebagai orang muslim, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam risalah fi makna thaghut silahkan lihat dalam Majmu'atuttauhid dan dalam Ad Durar jilid kedua serta dalam Al Jami'ul fariid : Adapun tata cara kufur kepada thaghut adalah engkau meyakini batilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya, engkau membencinya, engkau mengkafirkan para pelakunya dan memusuhi mereka". Siapa yang akan engkau musuhi bila orang mu'ayyannya tidak ada yang dikafirkan ?...beliau juga mengatakan dalam Ad Durar 2/78: Takutlah engkau kepada Allah, takutlah engkau kepada Allah wahai saudaraku, pegang teguhlah ashlu dien kalian, yang paliang awal dan paling akhir darinya, induknya dan kepalanya, yaitu syahadat Laa ilaaha Illallaah, ketahuilah maknanya, cintailah orang-orangnya, dan jadikanlah mereka sebagai saudara-saudara kalian meskipun mereka itu jauh. Dan kafirlah kalian terhadap thaghut-thaghut, musuhilah mereka, bencilah orang yang mencintai mereka atau membela mereka atau orang yang tidak mengkafirkan mereka atau orang yang mengatakan saya tidak ada urusan dengan mereka atau orang yang mengatakan bahwa Allah tidak memajibkan saya untuk mengomentari mereka, sungguh dia (orang yang mengatakan itu) telah dusta terhadap Allah dan mengada-ada, justeru Allah telah mewajibkan dia untuk mengomentari mereka, Dia telah memfardlukan dia untuk kafir terhadap mereka dan berlepas diri darinya meskipun mereka itu adalah saudara-saudaranya dan anak-anaknya." Dan beliau juga berkata dalam kitab itu 2/79: Dan makna kafir terhadap thaghut adalah engkau berlepas diri dari segala sesuatu yang dipertuhankan selain Allah, baik itu jin, manusia, batu, pohon atau yang lainnya, memvonisnya dengan vonis kafir dan sesat, serta membencinya meskipun dia itu adalah ayahmu atau saudaramu. Adapun orang yang mengatakan: Saya tidak beribadah kecuali kepada Allah, akan tetapi saya tidak akan mengomentari para saadah (syaikh-syaikh yang dipertuhankan), kubah-kubah yang ada di atas kuburan, serta yang lainnya, maka dia itu adalah dusta dalam ucapan Laa ilaaha Illallaah, dia tidak iman kepada Allah dan tidak kafir terhadap thaghut." Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad mengatakan dalam syarah Ashli Dienil Islam: Maka orang itu tidak dikatakan muwahhid kecuali dengan menafikan syirik, berlepas diri darinya serta mengkafirkan pelakuanya." Syaikh Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Mishbahudhdhalaam hal: 28: Dan sebagian ulama memandang bahwa ini (takfir) serta jihad di atasnya merupakan satu dari rukun-rukun Islam yang di mana keislaman seseorang tidak sah tanpanya". Dan pada halaman berikutnya 29 beliau mengatakan: Adapun menelantarkan jihad dan tidak mengkafirkan orang-orang murtad, orang yang menjadikan tandingan bagi Allah serta orang yang mengangkat andaad dan aalihah (tuhan) bersama Allah, ini (tindakan) hanyalah dilalui oleh orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak mengagungkan perintah-Nya, tidak mengikuti jalan-Nya, dan tidak mengagungkan Allah dan Rasul-nya dengan pengagungan yang seharusnya, bahkan dia itu tidak mengagungkan para imam dan ulama umat ini dengan pengagungan yang seharusnya".

Al Imam Al Barbahari rahimahullah berkata dalam Syarhusunnah nomor 49: Seorangpun dari ahli kiblat tidak boleh dikeluarkan dari Islam sehingga dia menolak satu ayat dari Kitabullah, atau menolak sesuatu dari atsar-atsar Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam atau shalat terhadap selain Allah, atau menyembelih untuk selain Allah (tumbal/sesajen), dan bila dia melakukan satu dari hal-hal itu maka wajib atasmu untuk mengeluarkan dia dari Islam."

Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim Ibnu Abdillathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam Majmu' Al Fatawaa 1/84 dinukil dalam Aqidatul Muwahhidiin beliau berkata saat mengingkari orang yang tidak mau mentakfir mu'ayyan: Sesungguhnya nash-nash itu tidak datang dengan menta'yin setiap orang, dia itu (orang yang tidak mau takfir mu'ayyan) belajar bab hukum orang murtad, akan tetapi dia tidak mempraktekannya kepada seorangpun, maka ini adalah kesesatan yang buta dan kejahilan yang maha besar."

Takfir orang yang melakukan syirik akbar adalah suatu keharusan bukan fitnah sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian juhhaal yang intisab ke salaf, dan kalau seandainya mereka berdalih bahwa mereka itu mengucapkan syahadat, mengamalkan rukun Islam dan yang lainnya sehingga saya tidak bisa mengkafirkannya meskipun mereka itu melakukan kekafiran yang nyata atau syirik akbar, ketahuilah sesungguhnya orang-orang yang berkeyakinan seperti ini adalah al malaa'iin almulhidiin al jahiliin adh dhaalimiin, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Mufidul Mustafid Fi Kufri Tarikit Tauhid (lihat Aqidatul Muwahhidiin 70, juga Tarikh Najd 381) setelah menjelaskan bukti ijma-ijma salaf dan pengikut akan takfir mu'ayyan orang yang mengucapkan Laa ilaaha Illallaah dan melaksanakan amalan-amalan Islam saat menampakkan kekafiran yang nyata dan syirik akbar, beliau berkata: Seorangpun dari kalangan orang-orang terdahulu dan al aakhiriin tidak pernah mendengar bahwa ada seorang (ulama) yang mengingkari sedikitpun dari hal itu, atau mempertanyakannya karena alasan mereka (yang dikafirkan) itu mengaku Islam atau karena alasan mereka mengucapkan Laa ilaaha Illallaah atau karena mereka menampakkan hal-hal dari rukun-rukun Islam, kecuali apa yang kami dengar dari orang-orang terlaknat itu (al malaa'iin) pada masa-masa sekarang, padahal mereka mengakui bahwa itu adalah syirik, akan tetapi orang yang melakukannya atau memperindahnya atau dia telah bergabung dengan para pelakunya atau dia mencela tauhid atau memerangi muwahhidin karena tauhidnya atau membenci mereka karenanya, bahwa orang seperti ini tidak bisa dikafirkan karena dia mengucapkan Laa ilaaha Illallaah atau karena dia itu selalu menunaikan rukun Islam yang lima. Dan mereka berdalih bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam telah menamakan rukun-rukun itu sebagai Islam. Sungguh pernyataan ini (tidak bolehnya mengkafirkan orang-orang seperti tadi karena alasan tersebut) tidak pernah didengar sama sekali kecuali dari mereka orang-orang al mulhidiin al jahiliin adh dhalimiin itu. Dan bila mereka mendapatkan sepatah kata dari kalangan ulama atau salah seorang dari mereka untuk dijadikan dalil atas pendapat mereka yang busuk lagi dungu itu silahkan sebutkan."pent.

[9] Diambil dari Sabilunnajah wal Fikaak min Muwaalatil Murtaddin wa Ahlil Isyraak karya Syaikh Hamd Ibnu 'Atiq, dan lihatlah risalah kami Milah Ibrahim wa dakwatul Anbiyaa wal Mursaliin wa Asaalibuththughaah fi Tamyii'ihaa wa Sharfiddu'aah 'anhaa cetakan An Nur lil I'lam Al Islamiy.

[10] Muttafaq 'Alaih, potongan dari hadits ru'yatul mukminin lirabbihim yaumal qiyamah.